Kamis, 25 April 2013

Makalah Pedagogik Kebudayaan dan Pendidikan

KEBUDAYAAN DAN PENDIDIKAN MAKALAH Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Pedagogik Disusun Oleh: 1. Edo Lesmana (120641047) 2. Feri Harfiana (120641072) 3. Yuliana Kusuma dewi (120641073) 4. Yuvi Yulia Latifah (120641062) Kelas: E2 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH CIREBON 2013 KATA PENGANTAR Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat serta Karunia-Nya kepada kami sehingga saya berhasil menyelesaikan makalah Pedagogik ini yang Alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “Kebudayaan dan Pendidikan” Tujuan dari makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah pedagogik dengan Tema Manusia dan Kebudayaan. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Selain itu , penulis pun mengucapkan terima kasih kepada Ibu Sati, S.Pd sebagai dosen mata kuliah Pedagogik, kedua orang tua kami tercinta yang membimbing dan memberikan doa restu, dan teman-teman yang selalu mendukung akan terbentuknya makalah ini. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Aamiin. Semoga makalah yang kita susun ini bias dijadikan manfaat untuk mempelajari mata kuliah Pedagogik pada bab yang dimaksud. Cirebon, 1 April 2013 Penulis DAFTAR ISI KATA PENGANTAR………………………………………………………… i DAFTAR ISI…………………………………………………………………... ii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ……...…………………………..…………….… 1 B. Rumusan Masalah ……...……………………………..………… 1 C. Tujuan Penulisan ……...……………………………..………….. 2 BAB II PEMBAHASAN A. Hubungan Manusia dengan Kebudayaan ……………………….. 3 B. Hubungan Manusia dan Pendidikan .…………………………… 4 C. Keterkaitan antara Manusia, Kebudayaan, dan Pendidikan …..... 6 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan …..…………………………………………….….. 9 B. Saran …...………………………………………………………. 9 DAFTAR PUSTAKA………………………………………………….……… 11 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia seperti yang kita ketahui sangat erat sekali hubungannya dengan kebudayaan dan pendidikan. Pendidikan merupakan upaya untuk memelihara kebudayaan, “ Education as Cultural Conservation ”. Disini peran pendidikan sebagai pelestarian budaya dan pendidikan harus didasarkan kepada nilai – nilai kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban umat manusia. Sebab kebudayaan tersebut telah teruji dalam segala zaman, kondisi dan sejarah. Kebudayaan adalah esensial yang mampu mengemban hari kini dan masa depan umat manusia (Mohammad Noor Syam, 1984). Pendidikan merupakan suatu sistem untuk meningkatkan kualitas hidup dalam segala aspek kehidupan dan sekaligus sebagai upaya pewarisan nilai – nilai budaya bagi kehidupan manusia. Hakikat manusia dalam melestarikan dan menjaga kebudayaan adalah suatu keharusan agar tidak terpengaruh oleh kebudayaan lainnya. Kita harus menjaga keaslian budaya kita karena kebudayaan tersebut merupakan warisan dari nenek moyang kita dahulu. Kebudayaan itu di ibaratnya seperti ciri khas dari manusia yang menggunakan kebudayaan tersebut. Namun akhir – akhir ini kita pasti sudah tahu kalau banyak dari kebudayaan Negara kita ini telah terpengaruh oleh kebudayaan luar, khususnya kebudayaan barat. Ini merupakan efek dari arus globalisasi yang sangat kencang sehingga banyak kebudayaan – kebudayaan dari luar yang bebas keluar masuk ke dalam Negara kita ini sehingga kebudayaan kita sedikit terpengaruh. B. Rumusan Masalah 1. Apa hubungan manusia dan kebudayaan? 2. Adakah hubungan manusia dan pendidikan? 3. Apa saja kaitan manusia, kebudayaan dan pendidikan? C. Tujuan Penulisan 1. Mengetahui hubungan manusia dan kebudayaan 2. Menjelaskan hubungan manusia dan pendidikan 3. Menerangkan kaitan manusia, kebudayaan dan pendidikan BAB II PEMBAHASAN A. Hubungan Manusia dan Kebudayaan Manusia adalah makhluk individual, namun demikian manusia tidak hidup sendiri, tidak mungkin hidup sendirian, dan tidak pula hidup untuk dirinya sendiri. Manusia hidup dalam keterpautan dengan sesamanya. Dalam hidup bersama dengan sesamanya (bermasyarakat) setiap individu menepati kedudukan (status) tertentu. Di samping itu, setiap individu mempunyai dunia dan tujuan hidup masing – masing. Terdapat hubungan timbal balik antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, dan kelompok dengan kelompok. Terdapat hubungan timbal balik antara individu dengan sesamanya dalam rangka mengukuhkan eksistensinya masing – masing maka hendaknya terdapat keseimbangan antara individualitas dan sosialitas pada setiap manusia. Manusia memiliki inisiatif dan kreatif dalam menciptakan kebudayaan, hidup berbudaya, dan membudaya. Kebudayaan bukan sesuatu yang ada di luar manusia, bahkan hakikatnya meliputi perbuatan manusia itu sendiri. Berbicara tentang kebudayaan adalah berbicara tentang manusia itu sendiri. Kebudayaan bertautan dengan kehidupan manusia sepenuhnya, kebudayaan menyangkut sesuatu yang Nampak dalam bidang eksistensi setiap manusia. Manusia tidak terlepas dari kebudayaan, bahkan manusia itu baru menjadi manusia karena bersama kebudayaannya (C A. Van Peursen, 1957). Sejalan dengan ini Ernst Cassirer menegaskan bahwa manusia tidak akan menjadi manusia karena faktor di dalam dirinya, seperti misalnya naluri, melainkan fungsi kehidupannya, yaitu pekerjaannya, kebudayaannya. Kebudayaan memiliki fungsi postif bagi manusia, namun demikian apabila manusia kurang bijaksana dalam mengembangkannya, kebudayaan pun dapat menimbulkan kekuatan – kekuatan yang mengancam eksistensi manusia. Contoh dalam perkembangan kebudayaan yang begitu cepat, sejak abad yang lalu disinyalir telah menimbulkan krisis antropologis. Kebudayaan tidak bersifat statis melainkan dinamis. Kodrat dinamika pada diri manusia mengaplikasikan adanya perubahan dan pembaharuan kebudayaan. Hal ini tentu saja didukung pula oleh pengaruh kebudayaan masyarakat atau bangsa lain terhadap kebudayaan masyarakat yang bersangkutan. Selain itu, mengingat adanya dampak positif dan negatif dari kebudayaan terhadap manusia, masyarakat kadang – kadang terombang – ambing di antara dua relasi kecenderungan. Di satu pihak ada yang mau melestarikan hal – hal lama (tradisi), sedang yang lain terdorong untuk menciptakan hal – hal baru (inovasi). Ada pergolakan yang tak kunjung reda antara tradisi dan inovasi. Hal ini meliputi semua kehidupan budaya (Ernst Cassirer, 1987). Kebudayaan mempunyai sifat normatif, karena diarahkan oleh nilai – nilai yang diakui bersama di dalam suatu masyarakat. Proses pendidikan dengan sendirinya merupakan suatu proses yang normatif, yang di dasari dengan nilai – nilai. Salah satu contoh kebudayaan adalah pendidikan. Pendidikan sebagai suatu proses kebudayaan yang harus melihat peserta didik sebagai individu yang menyeluruh atau sebagai seorang seutuhnya. Kebudayaan juga mengatur manusia untuk bertindak. B. Hubungan Manusia Dan Pendidikan Manusia sebagai makhluk yang diberikan kelebihan oleh Allah dengan suatu bentuk akal pada diri manusia yang tidak dimiliki makhluk Allah yang lain dalam kehidupannya, bahwa untuk mengolah akal pikirannya manusia memerlukan pola pendidikan melalui suatu proses pembelajaran. Hubungan manusia dengan pendidikan sangat erat karena mempunyai ikatan yang tidak dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan pokok dalam kehidupan manusia yang berfikir bagaimana menjalani kehidupan dunia ini dalam rangka mempertahankan hidupnya. Manusia disebut juga “ Homo Sapiens ” yang artinya sebagai makhluk yang mempunyai kemampuan untuk berilmu pengetahuan. Salah satu insting manusia adalah selalu cenderung ingin mengetahui segala sesuatu disekelilingnya, yang belum diketahuinya. Berawal dari yang tidak tahu menjadi tahu, dari yang tidak bisa menjadi bisa. Dari rasa ingin tahu maka timbulah ilmu pengetahun yang bermanfaat untuk manusia itu sendiri. Dalam hidupnya manusia digerakan sebagian oleh kebutuhan untuk mencapai sesuatu dan sebagian lagi oleh tanggung jawab sosial dalam bermasyarakat. Manusia bukan hanya mempunyai kemampuan – kemampuan, tetapi juga mempunyai keterbatasan – keterbatasan. Manusia tidak hanya memiliki sifat – sifat yang baik namun juga mempunyai sifat – sifat yang kurang baik. Menurut pandangan pancasila manusia mempunyai keinginan untuk mempertahankan hidup dan menjaga kehidupan lebih baik. Setiap manusia itu membutuhkan pendidikan. Karena melalui pendidikan manusia dapat mempunyai kemampuan – kemampuan untuk mengatur dan mengontrol serta menentukan dirinya sendiri. Melalui pendidikan pula perkembangan kepribadian manusia dapat diarahkan kepada yang lebih baik. Dan melalui pendidikan kemampuan tingkah laku manusia dapat didekati dan di analisis secara murni. Kemampuan seperti itulah yang tidak dimiliki oleh makhluk Tuhan yang lainnya. Manusia dapat tumbuh dan berkembang melalui pendidikan, karena manusia dapat tumbuh berkembang melalui suatu proses alami menuju kedewasaan baik itu bersifat jasmani maupun bersifat rohani. Oleh sebab itu manusia memerlukan Pendidikan demi mendapatkan perkembangan yang optimal sebagai manusia. Dalam ajaran Agama Islam memandang bahwa manusia sebagai tubuh, akal dan hati nurani. Potensi dasar manusia yang dikembangkan itu tidak lain adalah bertuhan dan cenderung kepada kebaikan bersih dari dosa, berilmu pengetahuan serta bebas memilih dan berkreasi. Kemampuan kreatif manusia pun berkembang secara bertahap sesuai ukuran tingkat kekuatan dan kelemahan unsur penunjang kerativitas seperti pendengaran, pengelihatan serta pola piker manusia tersebut. Berdasarkan undang – undang Sisdiknas No 20 tahun 2003 BAB I, bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kperibadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. C. Kaitan Manusia, Kebudayaan Dan Pendidikan Manusia seperti yang kita ketahui sangat erat sekali hubungannya dengan kebudayaan dan pendidikan. Pendidikan merupakan upaya untuk memelihara kebudayaan, “ Education as Cultural Conservation ”. Disini peran pendidikan sebagai pelestarian budaya dan pendidikan harus didasarkan kepada nilai – nilai kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban umat manusia. Pendidikan merupakan salah satu unsur kebudayaan, karena proses pendidikan pada dasarnya merupakan hakikat dari kebudayaan itu sendiri. Berdasarkan nilai – nilai kebudayaan yang beragam, kompleks dan terintegrasi maka suatu proses pendidikan tidak dapat dilihat dari satu sudut saja. Tetapi harus menggunakan pandangan yang multi displiner. Manusia sebagai makhluk sosial, dalam kehidupannya tidak dapat terlepas dari hubungan sosial. Kebudayaan mengatur manusia untuk bertindak. Kebudayaan melahirkan kaidah – kaidah untuk melindungi masyarakat dari kehancuran yang diakhibatkan oleh kekuatan – kekuatan tersembunyi di masyarakat. Kaidah – kaidah ini berupa petunjuk cara bertingkah laku di dalam pergaulan hidup. Kebudayaan mengatur agar manusia dapat mengerti bagaimana seharusnya bertindak, berbuat, dan menentukan sikapnya kalau mereka berhubungan dengan orang lain. Apabila manusia hidup sendiri, maka tak aka nada manusia lain yang merasa terganggu oleh tindakan – tindakannya. Akan tetapi setiap manusia, bagaimana hidupnya akan selalu menciptakan kebiasaan bagi dirinya sendiri. Manusia tanpa kebudayaan dan pendidikan bagaikan kesatuan tubuh yang tanpa arti. Karena kebudayaan manusia dapat mengetahui semua yang ada di lingkungannya. Peranan kebudayaan dan pendidikan sangat penting bagi kehidupan manusia. Sekolah adalah salah satu contoh kebudayaan dan pendidikan. Sekolah merupakan suatu lembaga utama (selain keluarga) yang dipergunakan oleh orang dewasa dalam mewariskan kebudayaan kepada anak – anaknya (generasi penerus). Oleh karena itu orang dewasa yang ada di sekolah (guru) harus memiliki pemahaman yang jelas tentang budaya yang berkembang di masyarakat, baik secara mikro maupun secara makro yang meliputi tentang nilai, kepercayaan, dan norma. Manusia merupakan individu yang memerlukan pendidikan yang layak. Pendidikan salah satu contoh kebudayaan yang selalu berkembang sesuai perkembangan zaman. Manusia yang baik adalah manusia yang dapat melestarikan kebudayaannya karena manusia sebagai makhluk budaya. Pendidikan hanya dapat dilakukan oleh makhluk yang berbudaya dan yang menghasilkan nilai kebudayaan yaitu manusia. Hal ini juga yang membedakan manusia dengan makhluk yang lainnya (hewan) dengan adanya kebudayaan dan pendidikan. Perkembangan pendidikan sejajar dengan perkambangan kebudayaan. Pendidikan selalu berubah sesuai perkembangan kebudayaan, karena pendidikan merupakan proses transfer kebudayaan dan sebagai cermin nilai – nilai kebudayaan (pendidikan bersifat reflektif ). Pendidikan juga bersifat progresif yaitu yang selalu mengalami perubahan perkembangan sesuai tuntutan perkembangan kebudayaan. Kedua sifat tersebut berkaitan erat dan terintegrasi. Untuk itu perlu pendidikan formal dan informal yang disengaja diadakan atau tidak. Perbedaan kebudayaan menjadi cermin bagi bangsa lain, membuat perbedaan sistem, isi dan pendidikan pengajaran sekaligus menjadi cermin tingkat pendidikan. Pendidikan informal lebih dahulu ada dari pada pendidikan formal (education dan schooling) pendidikan informal merupakan unsur mutlak kebudayaan untuk semua tingkat kebudayaan yang muncul karena adanya pembagian kerja. Pada dasarnya keduanya disengaja dan gejala kebudayaan, pemisahan keduanya tidak berguna. Tugas kebudayaan bukan memonopoli lembaga pendidikan formal, tetapi kebersamaan warga dan negara karena segala unsure kebudayaan bernilai pendidikan baik yang direncanakan ataupun yang tidak direncanakan. Setiap manusia itu membutuhkan pendidikan. Karena melalui pendidikan manusia dapat mempunyai kemampuan – kemampuan untuk mengatur dan mengontrol serta menentukan dirinya sendiri. Melalui pendidikan pula perkembangan kepribadian manusia dapat diarahkan kepada yang lebih baik. Dan melalui pendidikan kemampuan tingkah laku manusia dapat didekati dan di analisis secara murni. Kemampuan seperti itulah yang tidak dimiliki oleh makhluk Tuhan yang lainnya. Manusia dapat tumbuh dan berkembang melalui pendidikan, karena manusia dapat tumbuh berkembang melalui suatu proses alami menuju kedewasaan baik itu bersifat jasmani maupun bersifat rohani. Oleh sebab itu manusia memerlukan Pendidikan demi mendapatkan perkembangan yang optimal sebagai manusia Dengan demikian pendidikan merupakan ikhtiar pembudayaan demi peradaban manusia. Pendidikan bermakna sebagai proses pembudayaan dan seiring bersama itu berkembanglah sejarah peradaban manusia. Seluruh kebudayaan hanya bias dialihkan dari satu generasi ke generasi lain melalui pendidikan. Kalau demikian halnya maka pendidikan tidak hanya merupakan prakarsa bagi terjadinya pengahlian pengetahuan dan keterampilan tetapi juga melalui pengalihan nilai – nilai budaya dan norma – norma sosial. Nilai – nilai budaya yang diwariskan merupakan unsur luar yang masuk ke dalam diri manusia, sementara dalam diri manusia ada unsur yang menonjol keluar seperti perkembangan potensi yang dimiliki manusia. Tugas utama pendidikan adalah berusaha mewariskan nilai – nilai budaya tersebut, sesuai dengan potensi dan lingkungan pada individu dan masyarakat. Hasan Langgulung, menyatakan sulit dibayangkan bahwa seseorang tanpa lingkungan yang member corak kepada watak dan kepribadian, sebab lingkungan inilah yang berusaha mewariskan nilai – nilai budaya yang dimilikinya dengan tujuan memelihara kepribadian dan identitas budaya tersebut sepanjang zaman. Sebab budaya dan peradaban juga bias mati apabila nilai – nilai, norma – norma dan berbagai unsur lainnya yang dimiliki berhenti dan tidak berfungsi lagi. BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Kebudayaan bertautan dengan kehidupan manusia sepenuhnya, kebudayaan menyangkut sesuatu yang nampak dalam bidang eksistensi setiap manusia. Manusia tidak terlepas dari kebudayaan, bahkan manusia itu baru menjadi manusia karena bersama kebudayaannya. Hubungan manusia dengan pendidikan sangat erat karena mempunyai ikatan yang tidak dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan pokok dalam kehidupan manusia yang berfikir bagaimana menjalani kehidupan dunia ini dalam rangka mempertahankan hidupnya. Manusia disebut juga “ Homo Sapiens ” yang artinya sebagai makhluk yang mempunyai kemampuan untuk berilmu pengetahuan. Manusia tanpa kebudayaan dan pendidikan bagaikan kesatuan tubuh yang tanpa arti. Karena kebudayaan manusia dapat mengetahui semua yang ada di lingkungannya. Peranan kebudayaan dan pendidikan sangat penting bagi kehidupan manusia. Dengan demikian pendidikan merupakan ikhtiar pembudayaan demi peradaban manusia. Pendidikan bermakna sebagai proses pembudayaan dan seiring bersama itu berkembanglah sejarah peradaban manusia. B. Saran Kebudayaan itu di ibaratnya seperti ciri khas dari manusia yang menggunakan kebudayaan tersebut. Kita sebagai manusia yang berbudaya setidaknya kita dapat menjaga kebudayaan yang kita punya bahkan kalau bisa kita melestarikan kebudayaan yang ada di Indonesia. Agar tidak terpengaruh oleh kebudayaan luar yang akhiri – akhir ini berkembang di dunia Hubungan manusia dengan pendidikan sangat erat karena mempunyai ikatan yang tidak dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Kita sebagai Manusia juga sebagai makhluk yang diberikan kelebihan oleh Allah dengan suatu bentuk akal pada diri manusia yang tidak dimiliki makhluk Allah yang lain dalam kehidupannya, maka harus mengolah akal pikirannya dan melakukan pola pendidikan melalui suatu proses pembelajaran. Manusia dengan pendidikan dan kebudayaan adalah satu kesatuan yang tidak dapat terpisahkan. Kita sebagai makhluk yng berpendidikan dan berbudaya hendaknya senantiasa mempelajari dan melestarikan kebudayaan di negeri kita ini.

Tugas Teori Pendidikan : Tujuan Pendidikan

A. Pengertian Tujuan Pendidikan Tujuan Pendidikan menurut Beberapa para Pakar 1. Socrates (469-399 SM) Tujuan pendidikan yaitu mengembangkan daya pikir sehingga memungkinkan orang untuk mengerti pokok-pokok kesusilaan 2. Plato (427-347 SM) Tujuan pendidikan adalah menyajikan individu bahagia dan berguna bagi negara. 3. Aritoteles Tujuan pendidikan ialah membuat kehidupan rasional. 4. Augustunius Tujuan pendidikan yaitu cinta sepenuhnya kepada tuhan agar mendapat ketentraman di alam baqa. 5. Francois Rabelais tujuan yaitu pembentukan manusia yang lengkap, cakap dalam kesenian dan industri, perkembangan manusia dalam segala seginya jasmani, kesusilaan dan akalnya. Tujuan Pendidikan secara Umum : a) Tujuan pendidikan terdapat dalam UU No2 tahun 1985 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia yang seutuhnya yaitu yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan berbangsa. b) Tujuan pendidikan menurut TAP MPR NO II/MPR/1993 yaitu Meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, berkepribadian, mandiri, maju, teguh, cerdas, kreatif, terampil, disiplin, beretos kerja profesional serta sehat jasmani dan rohani. Pendidikan nasional juga harus menumbuhkan jiwa patriotik dan mempertebal rasa cinta tanah air, meningkatkan semangat kebangsaan dan keseyiakawaan sosial, serta kesadaran pada sejarah bangsa dan sikap menghargai jasa para pahlawan serta berorientasi ke masa depan. c) TAP MPR No 4/MPR/1975, tujuan pendidikan adalah memmembangun di bidang pendidikan didasarkan atas falsafah negara pancasila dan diarahkan untuk membentuk manusia-manusia pembangun yang berpancasila dan untuk membentuk manusia yang sehat jasmani rohani, memiliki pengetahuan dan keterampilan yang dapat mengembangkan kreatifitas dan tanggung jawab dapat menyuburkan sikap demokratis dan penuh tenggang rasa, dapat mengembangkan kecerdasan yang tinggi dan disertai budi pekerti yang luhur, mencitai bangsanya dan mencintai sessama manusia sesuai dengan ketentuan yang termaktub dalam UUD 45. Tujuan pendidikan adalah seperangkat sasaran kemana pendidikan itu diarahkan, sasaran yang dicapai melalui pendidikan memiliki ruang lingkup sama dengan fungsi pendidikan. Wujud tujuan pendidikan dapat berupa pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap. Sehingga tujuan pendidikan dapat dimaknakan sebagai suatu sistem nilai yang disepakati kebenaran dan kepentingannya yang dicapai melalui berbagai kegiatan, baik dijalur pendidikan sekolah maupun luar sekolah. Setelah dasar / landasan pendidikan ditetapkan, kita dapat menyusun tujuan pendidikan yang ingin dicapai. sebagaimana kita ketahui bahwa pendidikan adalah merupakan suatu pekerjaan yang sangat kompleks dan membutuhkan waktu yang cukup lama. Tujuan pendidikan Dalam Islam : Tujuan pendidikan islam adalah mendekatkan diri kita pada Allah dan pendidikan islam lebih mengutamakan akhlak. Secara lebih luas pendidikan islam bertujuan untuk : a) Pembinaan akhlak b) Penguasaan ilmu c) Keterampilan bekerja dalam masyrakat d) Mengembangkan akal dan akhlak e) Pengajaran kebudayaan f) Pembentukan kepribadian g) Menghambakan diri kepada Allah B. Macam-macam Tujuan Pendidikan Sebagaimana kita ketahui, bahwa pendidikan adalah merupakan suatu pekerjaan yang sangat kompleks dan membutuhkan waktu yang cukup lama. Hasil dari suatu pendidikan tidak segera dapat kita lihat hasilnya atau kita rasakan. Di samping itu hasil akhir dari pendidikan ditentukan pula oleh hasil-hasil dari bagian-bagian pendidikan yang sebelumnya. Untuk membawa anak kepada tujuan akhir, maka perlu anak diantar lebih dulu kepada tujuan dari bagian-bagian pendidikan. Menurut Langeveld, tujuan pendidikan itu ada bermacam-macam, yaitu: 1. Tujuan umum 2. Tujuan khusus 3. Tujuan tak lengkap 4. Tujuan insidentil 5. Tujuan sementara 6. Tujuan perantara 1) Tujuan Umum Tujuan ini juga disebut tujuan total, tujuan yang sempurna atau tujuan akhir. Apakah sebenarnya tujuan akhir itu? Dalam hal ini Kohnstam dan Gunning mengatakan bahwa tujuan akhir dari pendidikan itu ialah untuk membentuk insane kamil atau manusia sempurna. Kemudian, bagaimana gambaran dari insan kamil atau manusia sempurna itu? Manusia dapat dikatakan sebagai insane kamil, apabila dalam hidupnya menunjukkan adanya keselarasan/harmonis antara jasmaniah dan rohaniah. Harmonis antara segi-segi dalam kejiwaan. Harmonis antara kehidupan sebagai individu dan kehidupan bersama. Atau dengan kata lain: bahwa kehidupan sebagai insane kamil adalah merupakan suatu kehidupan dimana terjamin adanya ketiga inti hakikat manusia. Yaitu, manusia sebagai mahluk individual, manusia sebagai mahluk sosial dan manusia sebagai mahluk susila. 2) Tujuan Khusus Untuk menuju kepada tujuan umum itu, perlu adanya pengkhususan tujuan yang disesuaikan dengan kondisi dan situasi-situasi tertentu. Misalnya: - Disesuaikan dengan cita-cita pembangunan suatu bangsa. - Disesuaikan dengan tugas dari suatu badan atau lembaga pendidikan. - Disesuaikan dengan bakat kemampuan anak didik. - Disesuaikan dengan tingkat pendidikan dan sebagainya. Tujuan-tujuan pendidikan yang telah disesuaikan dengan keadaan-keadaan tertentu, dalam rangka untuk mencapai tujuan umum pendidikan inilah yang dimaksud dengan tujuan khusus. Contoh: Tujuan Pendidikan Dasar misalnya: Tujuan pendidikan dasar ialah memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada anak untuk bekal hidupnya setelah ia tamat dan sekaligus merupakan dasar persiapan untuk melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi. 3) Tujuan Tak Lengkap Di atas telah kita bicarakan tentang aspek-aspek pendidikan. Tiap-tiap aspek pendidikan mempunyai tujuan pendidikan sendiri-sendiri. Tujuan dari masing-masing dari aspek pendidikan inilah yang dimaksud dengan tujuan pendidikan tak lengkap. Sebab masing-masing aspek pendidikan itu menganggap dirinya seolah-olah terlepas dari aspek pendidikan yang lain. Padahal masing-masing aspek pendidikan itu hanyalah merupakan bagian-bagian dari pendidikan secara keseluruhan. Oleh karena itu, tujuan dari masing-masing aspek itu harus dilengkapi dengan tujuan dari aspek-aspek yang lain. Perlu diketahui, bahwa kita tidak boleh mementingkan salah satu aspek saja, dan mengabaikan aspek-aspek yang lain. Hal yang demikian ini akan mengakibatkan adanya pendidikan yang berat sebelah, dan tidak dapat menghasilkan perkembangan yang harmonis dari anak didik. Misalnya: kita hanya mementingkan pendidikan kecerdasan saja, sehingga mengakibatkan pendidikan yang bersifat intelektualis. Juga misalnya: kita hanya mementingkan pengetahuan teori saja, dan kurang memperhatikan segi praktis, hal ini akan mengakibatkan pendidikan yang bersifat teoritis. Artinya akan menjadi canggung bila menghadapi keadaan yang sesungguhnya di dalam kehidupan. Dan lain sebagainya. 4) Tujuan Insidentil (tujuan seketika atau sesaat) Tujuan ini timbul secara kebetulan, secara mendadak dan hanya bersifat sesaat. Misalnya: tujuan untuk mengadakan hiburan atau variasi dalam kehidupan sekolah. Maka diadakanlah darmawisata ke suatu tempat. Dalam hal ini tujuan itu telah selesai, setelah darmawisata itu dilaksanakan. Biarpun tujuan insidentil ini hanya bersifat kebetulan dan bersifat sesaat, namun tidak berarti bahwa tujuan insidentil ini tidak ada hubungannya dengan tujuan-tujuan pendidikan yang lain atau dengan tujuan umum. Melainkan, pengetahuan serta pengalaman-pengalaman yang diperoleh anak selama darmawisata itu adalah merupakan pengalaman-pengalaman yang sangat berguna bagi anak untuk kehidupannya di msa mendatang. Baik untuk kehidupannya setelah dewasa. Banyak pengalaman-pengalaman dan nilai-nilai hidup yang dipelajari anak dengan berdarmawisata itu. 5) Tujuan Sementara Tujuan sementara adalah tujuan-tujuan yang ingin kita capai dalam fase-fase tertentu dalam pendidikan. Misalnya: anak dimasukkan ke sekolah. Tujuannya ialah agar anak dapat membaca dan menulis. Dapat membaca dan menulis ini adalah merupakan tujuan sementara. Tujuan yang lebih lanjut ialah agar anak dapat belajar ilmu pengetahuan dari buku-buku. Dapat belajar dari buku, inipun merupakan tujuan sementara. Tujuan sebenarnya ialah agar anak dapat memiliki ilmu pengetahuan tertentu. Memiliki ilmu pengetahuan inipun merupakan tujuan sementara. Dan begitulah seterusnya. Demikian tujuan-tujuan sementara ini semakin meningkat untuk menuju kepada tujuan umum, tujuan total atau tujuan akhir. 6) Tujuan Perantara Tujuan perantara disebut juga tujuan intermediair. Tujuan ini adalah merupakan alat atau sarana untuk mencapai tujuan-tujuan yang lain. Misalnya: kita belajar bahasa Inggris atau bahasa Belanda, atau yang lain. Tujuan belajar bahasa ini ialah, agar kita dapat mempelajari buku-buku yang tertulis dalam bahasa Inggris atau dalam bahasa yang lain. Jadi kita belajar bahasa asing di sini hanyalah merupakan sekedar alat saja. Demikianlah macam-macamnya tujuan pendidikan, yang kesemuanya mengarah kepada tujuan umum pendidikan. Yaitu menuju kehidupan sebagai insane kamil, di mana terjamin adanya hakikat manusia secara harmonis. C. Tujuan Pendidikan Di Indonesia Telah kita ketahui, bahwa dasar dan tujuan pendidikan di tiap-tiap negara itu tidak selalu tetap sepanjang masa, melainkan sering mengalami perubahan atau pergantian, sesuai dengan perkembangan zaman. Perombakan itu biasanya akibat dari pertentangan pendirian atau ideologi yang ada di dalam masyarakat negara itu. Hal ini kerap kali terjadi, lebih-lebih di negara yang belum stabil kehidupan politiknya, karena mereka yang bertentangan itu sadar bahwa pendidikan memegang peranan penting sekali dalam menyiapkan generasi muda sebagai harapan bangsa. Mereka berpikir, yang menguasai pemuda berarti menguasai masa depan. Di Indonesia perubahan-perubahan dasar dan tujuan pendidikan itu pernah juga terjadi. Berikut ini kita paparkan perubahan-perubahan itu secara chronologis. 1) Menteri PPK. Mr. Suwandi (tanggal 1 maret 1946) Rumusannya berbunyi sebagai berikut: “Tujuan pendidikan membentuk patriotism”. Rumusan ini adalah jawaban yang tepat bagi tahap revolusi fisik, yang ditandai oleh kedatangan/kembalinya pemerintah kolonial (Imam Barnadib, 1976 : 5). 2) Menurut UUPP No. 4/1950, jo No. 12/1954. Dalam bab III, pasal 4, disebutkan dasar pendidikan dan pengajaran sebagai berikut: “Pendidikan dan pengajaran berdasar atas asas-asas yang termaktud dalam “Pancasila”. Undang Undang Dasar Republik Indonesia dan atas kebudayaan kebangsaan Indonesia”. Dalam bab II, pasal 3, dirumuskan tujuan pendidikan dan pengaajaran ialah membentuk manusia susila yang cakap dan warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air”. 3) Menurut ringkasan Tap. MPRS No. II/MPRS/1960 Dalam Tap. MPRS tersebut ditambahkan “catatan” dalam Dasar pendidikan dan pengajaran tahun 1950 dan 1954 sebagai berikut: Manipol/Usdek wajib ditambahkan sebagai pendidikan dan pengajaran. Dalam Tap. MPRS tersebut, dalam lampiran A No. 21 tertulis tujuan pendidikan dan pengajaran sebagai berikut: “Politik dan sistem pendidikan nasional kita, baik yang diselenggarakan oleh pihak pemerintah maupun oleh pihak swasta, dari pendidikan prasekolah sampai pendidikan tinggi, supaya melahirkan. a. Warganegara Indonesia yang berjiwa Pancasila, ialah: Ketuhanan Yang Maha Esa, Perikemanusiaan yang adil dan beradab, Kebangsaan, Kerakyatan, Keadilan Sosial. b. Tenaga-tenaga kejujuran yang ahli dan berjiwa Revolusi Agustus 1945 (Ag. Seojono, tt. 26). Oleh karena rumusan tersebut ternyata menyimpang dari Pancasila (seperti yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945) sebagai landasan yang sesungguhnya bagi pendidikan nasional kita, maka MPRS/1968 menyatakan tidak berlakunya Tap MPRS No. II/MPRS/1960 tersebut (Tap. MPRS No. XXXVIII/MPRS/1968). 4) Keputusan MPRS. No. XXVII tahun 1966. Keputusan MPRS ini membuka jalan kea rah rumusan-rumusan dasar dan tujuan pendidikan yang lebih eksplesit juga didasari keyakinan atas kebenaran Pancasila dan UUD 1945 sebagai ideologi negara, juga untuk menegakkan Orde baru sebagai Orde yang akan dapat meninggalkan dan menghilangkan bekas-bekas semangat Manipol/Usdek. Dalam bab II, pasal 2, dirumuskan dasar pendidikan sebagai berikut: “Dasar pendidikan adalah falsafah negara Pancasila”, sedang dalam bab II, pasal 3, dirumuskan tujuan pendidikan sebagai berikut: “Membentuk manusia Pancasila sejati berdasarkan ketentuan-ketentuan seperti yang dikehendaki oleh pembukaan UUD 1945 dan isi UUD 1945. 5) Ketetapan MPRS No. Ivtahun 1973 Dalam ketetapan MPR ini dasar dan tujuan pendidikan dirumuskan sebagai berikut : “Pembangunan di bidang pendidikan di dasarkan atas falsafah negara pancasila, dan diarahkan untuk membentuk manusia-manusia pembangun yang berpancasila dan untuk membentuk manusia Indonesia yang sehat jasmani dan rohaninya, memiliki pengetahuan dan keterampilan, dapat mengembangkan aktivitas dan tanggung jawab, dapat menyuburkan sifat demokratis dan penuh tenggang rasa, dapat mengembangkan kecerdasan yang tinggi dan di sertai budi pekerti yang luhur, mencintai bangsanya dan mencintai sesama manusia sesuai dengan ketentuan yang termasuk dalam UUD 1945”. 6) GBHN tahun 1978 dan GBHN tahun 1983 Dalam GBHN ini, dasar dan tujuan pendidikan dirumuskansebagai berikut: “Pendidikan nasional berdasarkan atas pancasila dan bertujuan untuk meningkatkan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasan, keterampilan, mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian, mempertebal semangat kebangsaan agar dapat menumbuhkan manusia pembangunan yang dapat membangunnya dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa”. Melihat rumusan-rumusan tentang dasar dan tujuan pendidikan di atas, nampak adanya perubahan dan perkembangan sebagai berikut : Negara kita kerap kali mengalami perubahan dalam dasar dan dasar petujuan pendidikan. Dalam tahun 1960, di samping pancasila, Manipol/Usdek dijadikan dasar pendidikan dan pengajaran. Bunyi pancasila berbeda dengan yang termaktub dalam pembukaan UUD 1945. 7) Rumusan Umum dan Rumusan Khusus Rumusan-rumusan tujuan pendidikan di atas mempunyai sifat umum atau tujuan umum secara nasional dan yang mendasari tujuan-tujuan yang lebih sempit daripada itu. Dengan adanya inovasi di dalam bidang pendidikan di indonesia, maka muncullah tujuan ang bersifat lebih kongkrit dan semoit, misalnya, tujuan institusional tujuan instruksional dan sebagainya Tujuan institusional adalah tujuan pendidikan yang hendak di capai oleh lembaga yang bersangkutan sebagai pendidikan, misalnya tujuan sekolah dasar, tujuan sekolah menengah poertama, tujuan sekolah pendidikan guru dan lain-lain. Tujuan instruksional adalah tujuan yang dirumuskan dan yang diharapkan dapat dicapai dengan pengajaran tertentu. Tujuan ini masih dibedakan antara tujuan instruksional umum dengan tujuan instruksional khusus. 8) Komisi Pemabahruan Pendidikan Nasional (KPPN) Di dalam naskah pembaharuan sistem pendidikan nasional Indonesia, yang ditanda tangani oleh ketua 1 nya, Prof. Dr. Slamet Imam Santoso, pada tanggal 1 Maret 1980 dirumuskan dasar dan tujuan pendidikan nasional Indonesia sebagai berikut: Dasar Pendidikan nasional adalah pancasila dan UUD 1945 (KPPN.1980;18). Tujuan pendidikan nasional yaitu “ Membangun kualitas manusia yang taqwa terhadap Tuhan YME dan selalu dapat meningkatkan hubungan dengan-Nya, sebagai warga negara yang berpancasila mempunyai semangat dan kesadaran yang tinggi, berbudi pekerti yang luhur, dan berkepribadian yang kuat, cerdas, trampil, dapa mengembangkan dan menyugurkan sikap demokrasi, dapat memelihara hubungan yang baik antara sesama manusia dan dengan lingkungan, sehat jasmani, maupun mengembangkan daya estetik, kesanggupan membangun diri dan masyarakat” (Ag. Soedjono, tt. 33)

Tugas Psikologi Pendidikan Kewibawaan Guru

1. Pengertian Kewibawaan Konsep kewibawaan diadopsi dari bahasa Belanda yaitu ”gezaq” yang berasal dari kata “zeggen” yang berarti “berkata”. Siapa yang perkataannya mempunyai kekuatan mengikat terhadap orang lain, berarti mempunyai kewibawaan atau gezaq terhadap orang itu. Kewibawaan itu ada pada orang dewasa, terutama orang tua. Kewibawaan yang ada pada orang tua (ayah dan ibu) adalah asli. Orang tua dengan langsung mendapat tugas secara natural dari Tuhan untuk mendidik anak-anaknya, suatu hak yang tidak dapat dicabuk, karena terikat oleh kewajiban. Dalam situasi dan kondisi masyarakat sekarang kewibawaan sering diartikan sebagai suatu kelebihan yang dimiliki seseorang. Dengan kelebihan itu ia dihargai, dihormati, disegani, bahkan ditakuti oleh orang lain atau kelompok masyarakat tertentu. Kelebihan tersebut bisa dari segi ilmu, kepintarannya, kekayaannya, kekuatannya, kecakapannya, sifatnya, dan prilakunya (kepribadiannya). Kewibawaan anatar orang tua dengan kewibawaan guru dalam pendidikan memiliki kesamaan dan perbedaan. Orang tua (ayah dan ibu ) adalah pendidik yang pertama dan sudah semestinya, mereka adalah pendidik yang alami dan asli yang menerima tugas secara kodrati dari Tuhan untuk mendidik anak-anaknya, karena itu sudah semestinya mereka memiliki kewibawaan terhadap anak-anaknya. 2. Kewibawaan Guru Dalam Pendidikan Kewibawaan pendidikan yang ada pada orang tua, guru atau pendidik karena jabatan berkenaan dengan jabatan sebagai pendidik, telah diserahi sebagian orang tua untuk mendidik anak-anak. Selain itu guru atau pendidik karena jabatan menerima kewibawaannya sebagian lagi dari pemerintah yang mengangkatnya mereka. Kewibawaan yang ada pada guruterbatas oleh banyaknya anak-anak yang diserahkan kepadanya dan setiap tahun berganti murid. Wibawa guru penting untuk memudahkan memberi pengaruh dalam penularan atau penyampaian pembelajaran. Selain itu, wibawa guru akan cenderung menyadari keberhasilan kerjanya. Wibawa guru menunjukkan pengakuan martabat dirinya yang tidak perlu dukungan dari orang lain. Seperti dengan cara intimidasi atau memberikan tekanan pada siswanya. Oleh karena itu, guru yang berwibawa akan memberikan pendidikan dengan layanan prima dan tanpa pamrih. Siswa akan dididik dengan tulus agar dapat menjalani hidup yang sukses. Perilaku guru pun menunjukkan pribadi yang jujur, adil, taat asas, tulus, dan bijaksana. Sebaliknya, guru yang melakukan pendidikan dengan penekanan cenderung bersifat indoktrinasi yang dipandang bukan pendidikan lagi. Dengan demikian, siswa tidak dididik untuk memiliki kemandirian yang bebas, etis, dan bertanggung jawab sendiri. “Guru yang menunjukkan unsur-unsur wawasan pendidikan, komitmen, bertangung jawab dan kompeten biasanya akan berwibawa besar” (Zantiarbi, S, 1988). Pertama, wawasan pendidikan berarti melakukan tindakan yang bijak berdasarkan keilmuan/teori dalam mendidik baik pada transfer ilmu, maupun pada perbuatan membina kepribadian siswa secara menyeluruh hingga mencapai gambaran identitas dirinya. Guru yang berwawasan pendidikan secara luas dan mendalam akan memahami tujuan pendidikan dan pembelajaran untuk memperbaiki perilaku kehidupan siswa, yaitu seolah menentukan “nasib” masa depan siswa. Selain itu, seyogianya menyadari efek samping perbuatan guru yang berakibat kesesatan hidup siswa. Kedua, komitmen berarti menyatakan (to profess) terpanggil (vox) atau bertekad untuk memangku suatu jabatan dengan sesungguhnya. Yaitu pernyataan atau janji secara terbuka (ikrar) mengenai panggilan jiwa untuk mengabdikan diri kepada jabatan guru sehingga tumbuh perilaku sabar dan tekun melaksanakan tugas, terutama dengan tulus menyayangi dan menerima siswa yang bagaimanapun keadaannya. Ketiga, tanggung jawab berarti memiliki kompetensi pendidikan keilmuan. Yaitu khusus mengenai pembelajaran siswa dan tanggung jawab terhadap kemaslahatannya. Selain itu, memberi kewenangan mengambil keputusan yang tepat bagi siswa dan dirinya untuk pengamanan terjadinya kesalahan yang merugikan dan mengakibatkan malapetaka. Keempat, kompeten menggambarkan penguasaan kecakapan yang memberi kewenangan untuk memutuskan sesuatu perbuatan/tindakan. Kecakapannya itu akan menunjukkan percaya diri dalam melakukan tugas dan mengundang keseganan bagi siswanya. Sehingga pada gilirannya perasaan siswa yang menyegani guru akan tumbuh wibawa terhadapnya. Seorang guru pernah berkata "Lebih baik menjadi guru yang disukai daripada ditakuti siswa, karena kewibawaan pendidik justru di dapat dari sana". Guru ingin berwibawa agar tidak diremehkan siswa. Proses Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) menjadi efektif bilamana siswa tidak dalam situasi tertekan dan di bawah bimbingan guru yang "dihormati". Kunci pembuka pintu kewibawaan seorang pendidik agar mendapat "kepercayaan" siswa apabila memiliki unsur dapat diterima yang tinggi oleh siswa.